1.
DEFINISI
Keracunan
atau intoksikasi adalah keadaan patologik yang disebabkan oleh obat, serum,
alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik. Keracunan juga merupakan kondisi
atau keadaan fisik yang terjadi jika suatu zat,dalam jumlah relatif sedikit,
terkena zat tersebut pada permukaan tubuh, termakan, terinjeksi, terisap atau
terserap serta terakumulasi dalam organ tubuh, tergantung sifatnya
pada tulang, hati, darah atau organ lainnya sehingga akan menghasilkan efek
yang tidak diinginkan dalam jangka panjang yang selanjutnya akan
menyebabkan kerusakan struktur/gangguan fungsi tubuh.
Racun
adalah zat atau bahan yang bila masuk ke dalam tubuh
melalui mulut, hidung (inhalasi), suntikan dan absorpsi melalui kulit atau
digunakan terhadap organisme hidup dengan dosis relatif
kecil akan merusak kehidupan atau mengganggu dengan serius fungsi satu atau
lebih organ tubuh atau jaringan (Mc. Graw Hill Nursing
Dictionary).
Menurut
Taylor racun adalah setiap bahan atau
zat yang dalam jumlah relatif kecil bila masuk kedalam tubuh akan menimbulkan
reaksi kimiawi yang akan menyebabkan penyakit atau kematian . Baygon termasuk
kedalam salah satu jenis racun, yaitu racun serangga (insektisida).
Berdasarkan
struktur kimianya insektisida dapat digolongkan menjadi :
a)
Insektisida golongan fospat organic
(IFO), seperti : Malathoin, Parathion, Paraoxan , diazinon, dan TEP.
b)
Insektisida golongan karbamat, seperti :
carboryl dan baygon
c)
Insektisida golongan hidrokarbon yang
diklorkan, seperti : DDT endrin, chlordane, dieldrin dan lindane.
Keracunan
akibat insektisida biasanya terjadi karena kecelakaan dan percobaan bunuh diri
, jarang sekali akibat pembunuhan .
2.
PATOFISIOLOGIS
Insektisida ini bekerja dengan
menghambat dan menginaktivasikan enzim asetilkolinesterase. Enzim ini secara
normal menghancurkan asetilkolin yang dilepaskan oleh susunan saraf pusat,
gangglion autonom, ujung-ujung saraf parasimpatis, dan ujung-ujung saraf
motorik. Hambatan asetilkolinesterase menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar
asetilkolin pada tempat-tempat tersebut.
Asetilkholin itu bersifat mengeksitasi
dari neuron – neuron yang ada di post sinaps, sedangkan asetilkolinesterasenya
diinaktifkan, sehingga tidak terjadi adanya katalisis dari asam asetil dan
kholin. Terjadi akumulasi dari asetilkolin di sistem saraf tepi, sistem saraf
pusatm neomuscular junction dan sel darah merah,
Akibatnya akan menimbulkan hipereksitasi secara terus menerus dari reseptor
muskarinik dan nikotinik.
Didalam kasus kita ini menyangkut
keracunan baygon, perlu diketahui dulu bahwa didalam baygon itu terkandung 2
racun utama yaitu Propoxur dan transfluthrin. Propoxur adalah senyawa karbamat
yang merupakan senyawa Seperti organofosfat tetapi efek hambatan cholin
esterase bersivat reversibel dan tidak mempunyai efek sentral karena tidak
dapat menembus blood brain barrier. Gejala klinis
sama dengan keracunan organofosfat tetapi lebih ringan dan waktunya lebih
singkat. Penatalaksanaannya juga sama seperti pada keracunan organofosfat.
Dampak terbanyak dari kasus ini adalah pada sistem saraf
pusat yang akan mengakibatkan penurunan tingkat kesadaran dan depresi
pernapasan. Fungsi kardiovaskuler mungkin juga terganggu, sebagian karena efek
toksik langsung pada miokard dan pembuluh darah perifer, dan sebagian lagi
karena depresi pusat kardiovaskular di otak. Hipotensi yang terjadi mungkin
berat dan bila berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hipotermia
terjadi bila ada depresi mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok
mungkin tidak tampak karena adanya depresi sistem saraf pusat dan hipotermia,
Hipotermia yang terjadi akan memperberat syok, asidemia, dan hipoksia
3.
CARA KERJA RACUN
Bila dilihat dari cara kerjanya, maka
insektisida golongan fospat organik dan golongan karbamat dapat dikategorikan
dalam antikolinesterase (Cholynesterase inhibitor insektisida), sehingga
keduanya mempunyai persamaan dalam hal cara kerjanya , yaitu merupakan
inhibitor yang langsung dan tidak langsung terhadap enzim kholinesterase.
Racun jenis ini dapat diabsorbsi melalui
oral, inhalasi, dan kulit. Masuk ke dalam tubuh dan akan mengikat enzim
asetilkholinesterase ( AChE ) sehingga AChE menjadi inaktif maka akan terjadi
akumulasi dari asetilkholin. Dalam keadaan normal enzim AChE bekerja untuk
menghidrolisis arakhnoid (AKH ) dengan jalan mengikat Akh –AChE yang bersifat
inaktif. Bila konsentrasi racun lebih tinggi akibatnya akan terjadi penumpukan
AKH ditempat-tempat tertentu, sehingga timbul gejala gejala berupa ransangan
AKH yang berlebihan yang akan menimbulkan efek muscarinik, nikotinik dan SSP (menimbulkan
stimulasi kemudian depresi SSP)
Pada keracunan IFO, ikatan-ikatan IFO –
AChE bersifat menetap (ireversibel), sedangkan keracunan carbamate ikatannya bersifat
sementara (reversible ). Secara farmakologis efek AKH dapat dibagi 3 golongan :
a)
Muskarini, terutama
pada saluran pencernaan, kelenjar ludah dan keringat, pupil, bronkus dan
jantung.
b)
Nikotinik, terutama
pada otot-otot skeletal, bola mata, lidah, kelopak mata dan otot pernafasan.
c)
SSP, menimbulkan
nyeri kepala, perubahan emosi, kejang-kejang (konvulsi) sampai koma
Kita
dapat menduga terjadinya keracunan dengan golongan ini jika :
1. Gejala–gejala
timbul cepat, bila > 6 jam jelas bukan keracunan dengan insektisida golongan
ini.
2. Gejala–gejala
progresif, makin lama makin hebat, sehingga jika tidak segera mendapatkan
pertolongan dapat berakibat fatal, terjadi depresi pernafasan dan blok jantung.
3. Gejala–gejala
tidak dapat dimasukkan kedalam suatu sindroma penyakit apapun, gejala dapat
seperti gastroenteritis, ensephalitis, pneumonia, Dan lain-lain.
4. Dengan
terapi yang lazim tidak menolong.
5. Pada
pemeriksaan anamnesa ada kontak dengan keracunan golongan ini.
4.
GAMBARAN KLINIS
Tanda
dan gejala yang mungkin timbul akibat reaksi keracunan adalah gangguan
penglihatan , gangguan pernafasan dan hiper aktif gastrointestinal. Untuk jenis
keracunan akut dan kronis memiliki tanda dan gejala yang berbeda-beda, seperti
yang dijelaskan di bawah ini :
a. Keracunan
Akut
Tanda
dan gejala timbul dalam waktu 30–60 menit dan mencapai maksimum dalam 2–8 jam.
·
Keracunan ringan : Anoreksia, sakit
kepala, pusing, lemah, ansietas, tremor lidah dan kelopak mata, miosis,
penglihatan kabur.
·
Keracunan Sedang : Nausia, Salivasi,
lakrimasi, kram perut, muntah– muntah, keringatan, nadi lambat dan fasikulasi
otot.
·
Keracunan Berat : Diare, pin point,
pupil tidak bereaksi, sukar bernafas, edema paru, sianons, kontrol spirgter
hilang, kejang – kejang, koma, dan blok jantung.
b. Keracunan
Kronis
Penghambatan
kolinesterase akan menetap selama 2–6 minggu (organofospat ) . Untuk karbamat
ikatan dengan AchE hanya bersifat sementara dan akan lepas kembali setelah
beberapa jam (reversibel ) . Keracunan kronis untuk karbomat tidak ada.
Gejala–gejala
bila ada dapat menyerupai keracunan akut yang ringan, tetapi bila eksposure
lagi dalam jumlah yang kecil dapat menimbulkan gejala–gejala yang berat.
Kematian biasanya terjadi karena kegagalan pernafasan, dan pada penelitian
menunjukkan bahwa segala keracunan mempunyai korelasi dengan perubahan dalam
aktivitas enzim kholinesterase yang terdapat pada pons dan medulla ( Bajgor
dalam Rohim, 2001). Kegagalan pernafasan dapat pula terjadi karena adanya
kelemahan otot pernafasan, spasme bronchus dan edema pulmonum.
5.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1)
Pemeriksaan rutin tidak banyak menolong
2)
Pemeriksaan khusus, misalnya pengukuran kadar AChE
dalam sel darah merah dan plasma, penting untuk memastikan diagnosis keracunan
akut maupun kronik.
a.
Keracunan akut :
·
Ringan 40 – 70
% N
·
Sedang 20 % N
·
Berat < 20 % N
b.
Keracunan kronik : bila kadar AChE menurun sampai 25 –
50 %, setiap individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus segera
disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kembali bila kadar AChE telah meningkat
> 75 % N.
3)
Pemeriksaan PA
Pada keracunan acut, hasil pemeriksaan
patologi biasanya tidak khas. Sering hanya ditemukan edema paru, dilatasi
kapiler, hiperemi paru,otak dan organ-oragan lainnya.
6.
PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN
Hal
yang pertama kali harus dilakukan dalam kegawatdaruratan dalam keracunan adalah
melakukan survey primer dan sekunder, yaitu meliputi :
1. Survey
Primer
a. Resusitasi
(ABCD).
Airway
Periksa klancaran jalan napas, gangguan
jalan napas sering terjadi pada klien dengan keracunan baygon, botulisme karena
klien sering mengalami depresi pernapasan seperti pada klien keracunan baygon,
botulinun. Usaha untuk kelancaran jalan napas dapat dilakukan dengan head tilt
chin lift/jaw trust/nasopharyngeal airway/ pemasangan guedal.
Cegah aspirasi isi lambung dengan posisi
kepala pasien diturunkan, menggunakan jalan napas orofaring dan pengisap. Jika
ada gangguan jalan napas maka dilakukan penanganan sesuai BHD (bantuan hidup
dasar). Bebaskan jalan napas dari sumbatan bahan muntahan, lender, gigi palsu,
pangkal lidah dan lain-lain. Kalau perlu dengan “Oropharyngealairway”, alat
penghisap lendir. Posisi kepala ditengadahkan (ekstensi), bila perlu lakukan
pemasangan pipa ETT.
Breathing =
pernapasan.
Kaji
keadekuatan ventilasi dengan observasi usaha ventilasi melalui analisa gas
darah atau spirometri. Siapkan untuk ventilasi mekanik jika terjadi depresi
pernpasan. Tekanan ekspirasi positif diberikan pada jalan napas, masker kantong
dapat membantu menjaga alveoli tetap mengembang. Berikan oksigen pada klien
yang mengalami depresi pernapasan, tidak sadar dan syock. Jaga
agar pernapasan tetap dapat berlangsung dengan baik.
Circulation
Jika
ada gangguan sirkulasi segera tangani kemungkinan syok yang tepat, dengan
memasang IV line, mungkin ini berhubungan dengan kerja kardio depresan dari
obat yang ditelan, pengumpulan aliran vena di ekstremitas bawah, atau penurunan
sirkulasi volume darah, sampai dengan meningkatnya permeabilitas kapiler.
Kaji
TTV, kardiovaskuler dengan mengukur nadi, tekanan darah, tekanan vena sentral
dan suhu. Stabilkan fungsi kardioaskuler dan pantau EKG
Disability
(evaluasi neurologis)
Pantau status neurologis secara cepat
meliputi tingkat kesadaran dan GCS, ukuran dan reaksi pupil serta tanda-tanda
vital. Penurunan kesadaran dapat terjadi pada klien keracunan alcohol dan
obat-obatan. Penurunan kesadaran dapat juga disebabkan karena penurunan
oksigenasi, akibat depresi pernapasan seperti pada klien keracunan baygon,
botulinum
2. Survey
Sekunder
Kaji adanya bau baygon dari mulut dan
muntahan, sakit kepala, sukar bicara, sesak nafas, tekanan darah menurun,
kejang-kejang, gangguan penglihatan, hypersekresi hidung, spasme laringks,
brongko kontriksi, aritmia jantung dan syhock
Langkah selanjutnya setelah survey primer
(resusitasi) dan survey skunder adalah sebagai berikut :
1.
Dekontaminasi
Merupakan terapi intervensi yang
bertujuan untuk menurunkan pemaparan terhadap racun, mengurangi absorpsi dan
mencegah kerusakan. Ada beberapa dekontaminasi yang perlu dilakukan yaitu:
a.
Dekontaminasi
pulmonal
Dekontaminasi pulmonal berupa tindakan
menjauhkan korban dari pemaparan inhalasi zat racun, monitor kemungkinan gawat
napas dan berikan oksigen 100% dan jika perlu beri ventilator.
b.
Dekontaminasi
mata
Dekontaminasi mata berupa tindakan untuk
membersihkan mata dari racun yaitu dengan memposisikan kepala pasien
ditengadahkan dan miring ke posisi mata yang terburuk kondisinya. Buka kelopak
matanya perlahan dan irigasi larutan aquades atau NaCL 0,9% perlahan sampai zat
racunnya diperkirakan sudah hilang.
c.
Dekontaminasi
kulit (rambut dan kuku)
Tindakan dekontaminasi paling awal
adalah melepaskan pakaian, arloji, sepatu dan aksesoris lainnnya dan masukkan
dalam wadah plastik yang kedap air kemudian tutup rapat, cuci bagian kulit yang
terkena dengan air mengalir dan disabun minimal 10 menit selanjutnya keringkan
dengan handuk kering dan lembut.
d.
Dekontaminasi
gastrointestinal
Penelanan merupakan rute pemaparan yang
tersering, sehingga tindakan pemberian bahan pengikat (karbon aktif), pengenceran
atau mengeluarkan isi lambung dengan cara induksi muntah atau aspirasi dan
kumbah lambung dapat mengurangi jumlah paparan bahan toksik.
2.
Eliminasi
Tindakan eliminasi adalah tindakan untuk
mempercepat pengeluaran racun yang sedang beredar dalam darah, atau dalam
saluran gastrointestinal setelah lebih dari 4 jam. Langkah-langkahnya meliputi
:
a.
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita
yang sadar atau dengan pemberian sirup ipecac 15 – 30 ml. Dapat diulang setelah
20 menit bila tidak berhasil.
b.
Katarsis, (intestinal lavage), dengan pemberian laksan bila
diduga racun telah sampai diusus
halus dan besar.
c.
Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang
kesadarannya menurun, atau pada penderita yang tidak kooperatif. Hasilnya
paling efektif bila kumbah lambung
dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan.
Emesis,
katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi
kurang dari 4-6 jam. pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah
lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon,untuk mencegah aspirasi
pnemonia.
3.
Antidotum
Pada kebanyakan kasus keracunan sangat
sedikit jenis racun yang ada obat antidotumnya dan sediaan obat antidot yang
tersedia secara komersial sangat sedikit jumlahnya. Salah satu antidotum yang
bisa digunakan adalah Atropin sulfat (SA) yang bekerja menghambat efek akumulasi AKH pada tempat penumpukannya.
Adapun prosedurnya adalah sebagai
berikut :
a)
Pengobatan Pada pasien yang sadar :
·
Kumbah lambung
·
Injeksi sulfas atropin 2 mg (8 ampul)
Intra muscular
·
30 menit kemudian berikan 0,5 mg SA (2
ampul) IM, diulang tiap 30 menit sampai terjadi artropinisasi.
·
Setelah atropinisasi tercapai, diberikan
0,25 mg SA (1 ampul) IM tiap 4 jam selama 24 jam .
b) Pada
pasien yang tidak sadar
·
Injeksi sulfus Atropin 4 mg intra vena
(16 ampul)
·
30 menit kemudian berikan SA 2 mg (8
ampul) IM, diulangi setiap 30 menit sampai klien sadar.
·
Setelah klien sadar, berikan SA 0,5 mg
(2 ampul) IM sampai tercapai atropinisasi, ditandai dengan midriasis,
fotofobia, mulut kering, takikardi, palpitasi, dan tensi terukur.
·
Setelah atropinisasi tercapai, berikan
SA 0,25 mg (1 ampul) IM tiap 4 jam selama 24 jam.
c) Pada
Pasien Anak
·
Lakukan tindakan cuci lambung atau
membuat klien muntah.
·
Berikan nafas buatan bila terjadi
depresi pernafasan dan bebaskan jalan nafas dari sumbatan– sumbatan.
·
Bila racun mengenai kulit atau mukosa
mata, bersihkan dengan air.
·
Atropin dapat diberikan dengan dosis
0,015 – 0,05 mg / Kg BB secara intra vena dan dapat diulangi setiap 5 – 10
menit sampai timbul gejala atropinisasi. Kemudian berikan dosis rumat untuk
mempertahankan atropinisasi ringan selama 24 jam.
·
Protopan dapat diberikan pada anak
dengan dosis 0,25 gram secara intra vena sangat perlahan – lahan atau melalui
IVFD
·
Pengobatan simtomatik dan suportif.
7.
PROGNOSIS
Prognosis dari
kasus ini pada umumnya baik, bila pengobatan dilakukan secepat mungkin, namun
akan berdampak fatal hingga pada kematian jika terjadi kesalahan dalam
pengobatan. Beberapa kesalahan pengobatan yang sering terjadi, berupa :
·
Resusitasi
kurang baik dikerjakan.
·
Eliminasi racun
kurang baik.
·
Dosis atropin
kurang adekuat, atau terlalu cepat dihentikan.
8.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang bisa muncul pada kasus ini
diantaranya adalah:
a. Shock
b. Henti nafas
c. Henti jantung
d. Kejang
e. Koma
KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KERACUNAN INSEKTISIDA JENIS BAYGON
1.
PENGKAJIAN
Pengkajian difokusakan pada masalah yang
mendesak seperti jalan nafas dan sirkulasi yang mengancam jiwa, adanya gangguan
asam basa, keadaan status jantung, status kesadaran.
Riwayat kesadaran : riwayat keracunan,
bahan racun yang digunakan, berapa lama diketahui setelah keracunan,ada masalah
lain sebagi pencetus keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan
terjadinya.
Hasil
pemeriksaan fisik yang mungkin pada setiap sistem tubuh diantaranya
adalah :
a)
Tanda-tanda vital
1.
Distress pernapasan
2.
Sianosis
3.
Takipnoe, dispnea
4.
Hipoksia
5.
Peningkatan frekuensi
6.
Kusmaul
b)
Neurologi
IFO menyebabkan
tingkat toksisitas SSP lebih tinggi, efek-efeknya termasuk letargi, peka
rangsangan, pusing, stupor & koma.
c)
Sirkulasi
Tanda : Nadi lemah
(hipovolemia), takikardi, hipotensi (pada kasus berat), aritmia jantung, pucat,
sianosis, keringat banyak.
d)
GI Tract
Iritasi mulut,
rasa terbakar pada selaput mukosa mulut dan esofagus, mual dan muntah.
e)
Kardiovaskuler
Disritmia.
f)
Dermal
Iritasi kulit
g)
Okuler (Mata)
Luka bakar kornea
Pada pemeriksaan ADL
(Activity Daily Living) data yang mungkin muncul adalah sebagai berikut :
1.
Aktifitas dan istirahat
Gejala : Keletihan,kelemahan,malaise
Tanda : Kelemahan,hiporefleksi
2.
Makanan Cairan
Gejala : Dehidrasi, mual , muntah, anoreksia,nyeri
uluhati
Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembaban,berkeringat banyak
3.
Eliminasi
Gejala : Perubahan pola
berkemih,distensi vesika urinaria,bising usus menurun,kerusakan ginjal.
Tanda :
Perubahan warna urin contoh kuning pekat,merah,coklat
4.
Nyaman/ nyeri
Gejala : Nyeri tubuh, sakit kepala
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi,gelisah
5.
Keamanan
Gejala : Penurunan tingkat
kesadaran, koma, syok, asidemia
Sedangkan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil
sebagai berikut :
1.
Eritrosit menurun
2.
Proteinuria
3.
Hematuria
4.
Hipoplasi sumsum tulang
2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa keperawatan yang mengkin timbul
adalah :
1.
Tidak efektifnya
pola napas berhubungan dengan depresi pernapasan akibat efek langsung dari
intoksikasi baygon
2. Resiko
gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan output yang berlebihan
3.
Penurunan
kesadaran berhubungan dengan depresi sistem saraf pusat
3.
INTERVENSI
1.
Tidak efektifnya
pola nafas berhubungan dengan depresi pernapasan akibat efek langsung dari
toksisitas baygon
Tujuan :
Mempertahankan keefektifan pola nafas
Kriteria hasil :
RR dalam batas normal, jalan nafas bersih, sputum tidak ada
Intervensi
|
Rasional
|
Pantau tingkat, irama pernapasan & suara napas
serta pola pernapasan
|
Efek insektisida mendepresi SSP yang mungkin dapat mengakibatkan
hilangnya kepatenan aliran udara atau depresi pernapasan, pengkajian yang
berulang kali sangat penting karena kadar toksisitas mungkin berubah-ubah secara drastis.
|
Tinggikan kepala
tempat tidur
|
Menurunkan kemungkinan aspirasi, diafragma bagian
bawah untuk menigkatkan inflasi paru.
|
Dorong untuk batuk/ nafas dalam
|
Memudahkan ekspansi paru & mobilisasi sekresi
untuk mengurangi resiko atelektasis/pneumonia.
|
Auskultasi suara napas
|
Pasien beresiko atelektasis
dihubungkan dengan hipoventilasi & pneumonia.
|
Berikan O2 jika dibutuhkan
|
Hipoksia mungkin terjadi akibat depresi pernapasan
|
Kolaborasi untuk
sinar X dada, Blood Gas Analysis
|
Memantau kemungkinan munculnya komplikasi sekunder
seperti atelektasis/pneumonia, evaluasi kefektifan dari usaha pernapasan.
|
2.
Resiko
gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan output yang berlebihan
Tujuan
: Kekurangan cairan tidak
terjadi
Kriteria
hasil :
·
Tanda-tanda vital stabil
·
Turgor kulit stabil
·
Membran mukosa lembab
·
Pengeluaran urine normal 1 – 2 cc/kg BB/jam
Intervensi
|
Rasional
|
Monitor
pemasukan dan pengeluaran cairan.
|
Dokumentasi
yang akurat dapat membantu dalam mengidentifikasi pengeluran dan penggantian
cairan.
|
Monitor
suhu kulit, palpasi denyut perifer.
|
Kulit
dingain dan lembab, denyut yang lemah mengindikasikan penurunan sirkulasi
perifer dan dibutuhkan untuk pengantian cairan tambahan.
|
Observasi
adanya mual, muntah, perdarahan
|
Mual,
muntah dan perdarahan yang berlebihan dapat mengacu pada hipordemia.
|
Pantau
tanda-tanda vital
|
Hipotensi,
takikardia, peningkatan pernapasan mengindikasikan kekurangan cairan
(dehindrasi/hipovolemia).
|
Kolaborasi
dengan tim medis dalam pemberian cairan parenteral
|
Cairan
parenteral dibutuhkan untuk mendukung volume cairan /mencegah hipotensi.
|
Kolaborasi
dalam pemberian antiemetik
|
Antiemetik
dapat menghilangkan mual/muntah yang dapat menyebabkan ketidak
seimbangan pemasukan.
|
Berikan
kembali pemasukan oral secara berangsur-angsur.
|
Pemasukan
peroral bergantung kepada pengembalian fungsi gastrointestinal.
|
Pantau
studi laboratorium (Hb, Ht).
|
Sebagai
indikator untuk menentukan volume sirkulasi dengan kehilanan cairan.
|
3.
Penurunan
kesadaran berhubungan dengan depresi sistem saraf pusat
Tujuan : Tingkat kesadaran klien dapat
dipertahankan
Kriteria
hasil :
·
Kesadaran
composmentis (GCS : 15)
·
Tanda-tanda
vital dalam batas normal
Intervensi
|
Rasional
|
Monitor vital sign tiap 15 menit
|
Bila ada perubahan yang bermakna
merupakan indikasi penurunan kesadaran
|
Observasi tingkat kesadaran pasien
|
Penurunan kesadaran sebagai
indikasi penurunan aliran darah otak
|
Kaji adanya tanda-tanda distress
pernapasan, nadi cepat, sianosis dan kolapsnya pembuluh darah
|
Gejala tersebut merupakan
manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal, jantung dan paru.
|
Monitor adanya perubahan tingkat
kesadaran
|
Tindakan umum yang bertujuan untuk
keselamatan hidup, meliputi resusitasi : Airway, breathing, sirkulasi
|
Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian anti dotum
|
Anti dotum (penawar racun) dapat
membantu mengakumulasi penumpukan racun
|
DAFTAR PUSTAKA
Abadi, Nur. 2008. Buku Panduan Pelatihan BC & TLS (Basic Cardiac & Trauma Life
Support). Jakarta : EMS 119
Blantan,
Kamanti Indriyani. 2012. Asuhan
Keperawatan Pada Pasien dengan Keracunan Insektisida. (Online : http://id.scribd.com/doc/94941402/ASKEP-Intoksikasi-Baygon)
Diakses tanggal 14 Maret 2014
Isma.
2012. Asuhan Keperawatan Pada Kasus
Intoksikasi. (Online : http://keperawatan-wn.blogspot.com/2012/10/asuhan-keperawatan-pada-kasus.html)
Diakses tanggal 14 Maret 2014
Sahid, Abdul. 2013. LP dan Askep Klien Keracunan IFO Baygon. (Online : http://abuzzahra1980.blogspot.com/2013/07/lp-dan-askep-klien-keracunan-ifo-baygon.html) Diakses tanggal 14 Maret 2014
Zasika,
Hartas. 2011. Keeacunan Baygon. (Online
: http://ja.scribd.com/doc/152390019/KERACUNAN-BAYGON-1)
Diakses tanggal 14 Maret 2014.
Harrah's Hotel and Casino Las Vegas - MapYRO
BalasHapusFind Harrah's Hotel and 통영 출장마사지 Casino Las Vegas, Nevada, United 경상남도 출장안마 States, United States, 0.0. 하남 출장샵 Directions, 1 km 구리 출장안마 from McCarran International Airport, Las 경기도 출장샵 Vegas,