Dina tampak gelisah malam ini. Entah apa yang sedang dipikirkannya, sejak tadi sore dia terus memantau ponselnya, seperti menunggu telfon atau pesan dari seseorang. Sementara itu....
"Dina, kamu kenapa? kelihatannya gelisah banget?"
"Nggak apa-apa kok Rika"
"Iya kah..., kayaknya ada apa-apa, kenapa...? cerita aja"
"Ehm, sebenarnya 2 hari yang lalu Iqbal menelfon ku, dia bilang ingin bertemu dengan ku hari minggu besok, dia berjanji akan mengajakku jalan-jalan, tapi sampai hari ini dia tidak menghubungi ku, apa dia hanya berpura-pura ya besikap seperti itu pada ku?"
"Wah...berkah banget bisa jalan sama Iqbal, bukannya dari SMP kamu udah suka ya sama dia, tapi kok tumben, kalian kan udah lama nggak ada kontak satu sama lain, kenapa tiba-tiba ngajak jalan?"
"Entah, itu dia yang buat aku bingung, kira-kira dia serius nggak sih? atau aku yang terlalu berharap?"
"Mungkin bisa juga kamu yang terlalu berharap, kalau kamu nggak terlalu berharap, kamu pasti nggak akan mikir sejauh ini kan?"
"Ya wajar kalau aku terlalu banyak berharap, sudah hampir 7 tahun aku memendam perasaan padanya, tapi sampai saat ini tak pernah dapat balasan darinya. Aku selalu bisa melihatnya, tapi yang menyakitkan sampai saat ini dia tidak pernah bisa melihatku, kalau seandainya tiba-tiba dia ingin mengajakku pergi wajar saja kalau merasa senang..."
"Lagian kamu kenapa sih, masih aja ngarepin cowok kayak gitu. Udah jelas kamu tu kelamaan nunggu Iqbal, tapi masih aja kamu suka ama dia, Kamu udah coba hubungin?"
"Nggak lah, gengsi juga kali, orang dia yang ngajakin, kok harus aku yang harus hubungi duluan, ntar dikiranya aku berharap banget lagi"
"Lah kamu ni gimana sih Din, tadi kamu bilang kalau kamu tu berharap banget bisa pergi sama dia, lah kok sekarang disuruh hubungi duluan aja gengsi"
"Iya sih, tapi harga diri juga dong, nggak mungkin juga aku nunjukkin ke Iqbal kalau aku berharap banget bisa jalan sama dia"
"Hemz, ya udahlah mungkin dia lupa, kita tunggu aja sampai besok pagi, mungkin dia akan hubungi kamu"
"Trus kalau nggak gimana?"
"Ya artinya kamu tu udah harus ngelupain dia, cari cowok yang lain kek, kayak di dunia ini cuma ada Iqbal aja, udah tidur gih, udah malem, percuma juga nungguinnya, nggak akan mungkin dia nelfon atau sms malem-malem, kita tunggu aja sampai besok"
"Ya udah kamu tidur aja duluan, aku belum mau tidur..."
"Hem, terserah kamu deh, kalau gitu aku tidur dulu ya..."
Rika mulai terlelap tidur, sementara Dina masih terus memandangi ponselnya. Dia masih menunggu, berharap Iqbal akan menghubunginya malam ini, tapi sudah hampir jam 12 malam, tidak ada tanda-tanda, akhirnya Dina memutuskan untuk tidur.
Mari kita main tebak-tebakan, kira-kira sampai besok pagi apa Iqbal akan menghubungi Dina, apa mereka jadi pergi bersama...? Aku juga tidak tahu, hanya menunggu besok ....
To be continued...
Minggu, 31 Agustus 2014
Kenyataannya memang dia benar-benar lupa. Seharian Dina menunggu dari pagi sampai malam, sedikitpun tidak ada kabar darinya. Rasanya hari itu Dina sangat ingin marah, tapi ia bingung atas alasan apa jika dia marah. Akhirnya dia hanya memendamnya saja, seharian ia tampak murung, bahkan dia juga menangis, entah apa yang dia pikirkan, yang pasti hari itu hatinya terasa benar-benar sakit, sangking sakitnya dia sudah tidak bisa menahan lagi emosi yang terus membludak di hatinya.
Marah, benci, sedih, kecewa, hari itu sepertinya semuanya bertumpuk jadi satu, Iqbal...
Kenapa harus Iqbal yang disukai Dina, kenapa nggak pria lain saja, terus-terusan Dina mengucapkan kata-kata itu. Rasanya selama ini cinta tulusnya untuk Iqbal hanya berakhir pada kesia-siaan, dan sangking tulusnya Cinta itu, kini berubah jadi benci yang amat sangat, ....